Susilo Siswoutomo (MS) – Susilo
Gileee, ITB ‘70 Ikut Ultra Marathon, Hoax Barangkali...
Tahun 2017 lalu, Yayasan Solidarity Forever (YSF) menyelenggarakan BNI ITB Ultra Marathon, menempuh jarak 170 km melalui jalur Jakarta–Puncak – Bandung. Event tersebut diikuti kira-kira 40 tim relay yang terdiri atas 16 orang, atau total sekitar 600 alumni ITB dari berbagai angkatan dan jurusan.
Dan tahun 2018, YSF kembali menyelenggarakan event yang sama dengan jumlah peserta dua kali lipat. Saya pengiiin sekali ITB ‘70 bisa mengirimkan satu tim. Dan dengan semangat dan determinasi teman-teman, akhirnya terbentuklah tim Relay 16, yang merupakan peserta tim tertua dari alumni ITB. Ketuanya Uda Iyal, tim teknis Mas Narko, dan tim support Ustad Boy.
Yang sangat menggembirakan dan membesarkan hati saya adalah semangat berlatih teman-teman. Antusiasme, keseriusan, kerjasama, keguyuban, kebersamaan, bercampur dengan kekhawatiran, rasa waswas, kurang pede, dan lainnya, ternyata membangkitkan semangat yang bukan main. Plus, tentunya, rasa pengen narsis (ini sih keharusan, he he he) dan pengen pamer bahwa ITB ‘70 yang rata-rata berusia di atas 67 tahun, mampu bersaing dengan alumni ITB lainnya yang masih lebih muda. Duh, betapa senangnya kalau kita berhasil dengan baik dan aman.
Tak kalah pentingnya, kami memperoleh bonus sehat, di samping bonus perut kempes (seperti target Om Ai dan Sawing). Sehingga target tim Relay 16 ITB ‘70 adalah berusaha untuk tidak menjadi finisher yang paling buncit. Kalau hal itu sampai terjadi, padahal sudah heboh, kan “aib”, hik hik hik…. Dan itu tanggung jawab semua anggota tim, terutama Pak Ketua Tim dan Pak Ketua Teknis untuk membuat strategi latihan, penempatan pelari di setiap etape dan tim support.
Hari-hari Latihan
Aku menerima saja mendapat rute menanjak dari WS 6 ke WS 7, dengan jarak tempuh sekitar 10 km antara Ciawi ke Cisarua. Yang pasti, nanjak banget, tapi saya optimistis bisa menempuh jarak tersebut di bawah COT limit 2 jam yang diperkirakan oleh panitia. Tapi, aku harus mencoba rute tersebut paling tidak dua kali.
Kali pertama, aku coba di hari Sabtu pagi. Mulai pukul 07.30 dengan jalan cepat, aku on-kan Nike Run Program-ku. Aku pikir WS 7 di Kebun Teh Gunung Mas, maka aku pasang target sampai di sana dalam 2 jam. Lewat Gadog masih OK. Tanjakan setelah jembatan Gadog sampai Cipayung ternyata berat. Keringat mengucur sudah tidak tahu lagi berapa liter, hehehe.... Mega Mendung masih bisa kulewati. Di tanjakan Bhimacakti aku sudah agak memaksa. Lewat pasar Cisarua sampai pertigaan Cisarua- –Taman Safari sudah gempor. Rasanya mau pingsan, ah malu-maluin aja.
Aku buka HP, lho kok sudah 2,34 jam dan 13,4 km. Padahal, Gunung Mas masih jauuuh dan tanjakannya lumayan. Wah, enggak bener nih panitia. Padahal, aku harus sampai di Gunung Mas, tapi aku sudah capek dan tidak minat jalan lagi. Aku lalu membonceng sopirku yang dari tadi mengiringi menggunakan motor. Sampai di Gunung Mas mata sudah berkunang-kunang. Eh, waktu kontak Narko baru ketahuan bahwa aku kebablasan. Busyettt deh....
Aku juga mendorong teman-teman untuk berlatih di rute masing-masing, termasuk menemani Om Sawing njajal rute WS 4 ke WS 5. Dan aku betul-betul salut terhadap semua anggota tim, baik dari Jakarta maupun Bandung, yang gigih melakukan latihan. Yang di Jakarta, biasanya latihan bersama di Ragunan dan CFD selalu diakhiri dengan wisata kuliner. Benar-benar heboh, guyub, dan saling bantu.
Uji rute kedua aku lakukan seminggu sebelum hari H, juga pada hari Sabtu. Perjalanan relatif lancar karena aku sudah punya strategi untuk menaklukkan tanjakan-tanjakan yang kulewati. Aku berangkat dari Ciawi pukul 08.30 WIB dan sampai di Resto Malayang dalam waktu 1 jam 38 menit. Di WS 7 aku bertemu bertemu dengan anggota tim lain yang belasan tahun lebih muda, yang juga sedang berlatih. Aku cukup gembira ketika tahu bahwa waktu tempuhku lebih baik dari anak-anak muda tersebut. Jadi lebih pede….
Jualan Langkah untuk ITB-ku
Salah satu tujuan diadakan Ultra Marathon ini adalah untuk menggalang dana melalui crowd funding dari masing-masing tim pelari. Caranya terserah pada masing-masing, yang penting dana yang terkumpul disumbangkan ke ITB. Ada yang melakukannya secara keroyokan. Ada yang masing-masing individu serta ada juga yang mencari sponsor untuk kemudian dikumpulkan di tim.
Nah, aku juga menjual langkahku ke teman-teman dekat, baik yang alumni maupun bukan. Aku sebarkan beberapa e-poster. Tiap langkah aku jual Rp 500.000/km. Alhamdulillah sampai tanggal 14 Oktober 2018, terkumpul dana sebesar Rp 130 juta. Ini semua kusumbangkan untuk ITB-ku. Rp 85 juta kusalurkan lewat ITB ‘70 untuk Dana Lestari dan Rp 50 juta untuk FTMD melalui YSF.
Jumat Malam: Pemberangkatan Para Pelari
Tibalah hari H, 12 Oktober 2018. Llomba 170K BNI-ITB Ultra Marathon 2018 dimulai dan start dari kantor BNI di Jalan Sudirman. Sebagai ketua penyelenggara, aku betul-betul sibuk mempersiapkan acara tersebut bersama seluruh tim panitia dan pihak BNI. Kemeriahan, kehebohan, antusiasme dan excitement dari seluruh pelari, pendukung, soraker, panitia dan hadirin lain terasa sekali. Betul-betul acara yang spektakuler dan membanggakan bagi seluruh alumni ITB.
Para pelari solo start tepat pukul 22.00 WIB dengan hitungan mundur. Bendera start aku kibarkan bersama Bu Susi (pimpinan BNI), Prof Wawan (Wakil Rektor ITB), dan Pak Archandra Tahar (Wamen ESDM, yang juga ikut lomba maraton). Disusul kemudian pemberangkatan pelari relay, R-4, R-8 dan R-16. Da Iyal, pelari kita, terlihat di jajaran depan. Setelah rombongan pelari, kelompok suporter yang terdiri atas tim motor, sepeda, ambulans, dan lainnya diberangkatkan.
Lega benar rasanya begitu semua berangkat. Aku langsung menuju ke arah Bogor untuk siap-siap mengambil bagian dari kegiatan lari, lari dan lari ini (meskipun banyak jalan cepetnya, he he he...) dari WS 6 ke WS 7 pada Sabtu pagi.
The Day, Sabtu 13 Oktober 2018, Ciawi-Cisarua
Pukul 08.00 WIB, setelah sarapan sedikit aku diantar dengan motor oleh driver-ku, Apnan, yang sekaligus sebagai pendampingku. Kami menuju titik WS 6 di Wisma Ciawi, Kementerian Agama. Rasanya aku sudah siap dan excited, membayangkan sejarah yang akan aku buat dalam waktu 1–2 jam mendatang. Ada juga sedikit waswas karena dengkul kiriku kok kadang terasa ngilu.
Setiba di WS 6, sudah banyak pelari dari tim-tim lain bersama tim suporter mereka, yang menunggu penuh semangat. Banyak yang menyapaku dengan ramah. Bahkan beberapa pelari muda muda mengajak selfi setelah tahu aku angkatan ‘70. “Foto-foto Pak, saya mau pakai untuk ndorong teman-teman saya nih.” Wow... Sambil duduk santai di sadel motor, aku menunggu Ai yang sedang menapaki jalur etape 5. Sekali-sekali Apnan memberitahuku posisi Ai, berdasarkan komunikasi dia dengan Ramdan (driver Boy), yang menjadi pendamping Ai.
Pukul 08.30 WIB, banyak pelari yang sudah mulai bergerak dari WS 6. Aku mulai khawatir dan mondar-mandir sedikit, sambil berusaha tidak melihat jam. Kuselingi dengan makan pisang dan kacang rebus, minum kelapa muda, sambil tiap sebentar menanyakan posisi Ai kepada Apnan. Yah, sedikit senewen....
Akhirnya pada pukul 08.58 WIB Apnan berkata, “Sudah dekat, Pak.” Cepat-cepat aku jalan ke depan. Dari jauh terlihat sobatku Ai dan cerahlah hatiku. Kusongsong dengan senyum. Salam komando dan horeee, aku bisa mulai lari, eh jalan. Foto dulu sebentar, say hai-hai dan bismillah, mulailah aku menyusuri etapeku tepat pada pukul 09.03 WIB. Aku jalan cepat dengan keyakinan. Ini dia, akan kubuktikan bahwa aku sanggup menempuh jarak 10 km dalam waktu yang lebih cepat dari 1 jam 40 menit.
Tidak banyak yang bisa kuceritakan selama menanjak dari Ciawi ke Cisarua. Ada kalanya aku selingi jalan dengan lari, terutama di jalur rata yang tidak banyak jumlahnya. Banyak juga pelari lain yang aku salip sambil menyapa, “Hallo...”, sekalipun menanjak di tengah sorotan matahari dan di samping arus kendaraan yang padat sungguh merupakan tantangan berat. Keringat mengucur deras. Jersey dan topi kuyup. Ya Allah, tujuanku kok masih jauh amat ya?
Ingin sekali lihat Narko, padahal biasanya aku cuek. Bukan karena aku mengagumi wajahnya yang ganteng, tapi ada Narko berarti WS 7 sudah dekat. Pasti dia juga sudah tidak sabar menunggu kedatanganku, ibarat menanti datangnya kekasih yang dirindukan. He he he... Akhirnya pukul 10.35 terlihat Narko menyongsong aku dan menemaniku menempuh jarak 50 m terakhir. Aku berusaha untuk lari-lari kecil, tapi Narko bilang supaya jalan saja.
Eh, sekitar 30 m dari WS 7 kaki kanan terasa agak lain, seperti akan kram. Aku paksakan sampai finis, lalu foto serah terima buff di depan poster. Narko pun pamit, ”OK Bro, aku berangkat ya,” dan kujawab, “Good luck, Mbang.” Aku beranjak menuju resto Malayang, tapi kok aku tidak sanggup berjalan tegak. Aku minta driver-ku menuntun ke tempat peristirahatan para pelari. Sampai di situ, kakiku kram dan sakitnya minta ampun. Lama lagi, mana aku tidak tahu bagaimana menangani kram. Setelah hampir 20 menit kesakitan, akhirnya aku bisa juga berjalan. Dengan dibonceng motor, aku ke rest area untuk mandi dan istirahat sebentar.
Dari situ aku diantar dengan motor ke WS 8, Melrimba, dan selanjutnya aku ke Bandung menggunakan mobil sambil melihat suasana di setiap WS yang kulalui. Tiba di Bandung pukul 17.00 WIB, aku tukar baju di Wisma ESDM, lalu menuju kampus. Bersama Mas Gatot, Dik Hari Tjahjono, dan Pak Hari Muhammad (Dekan FTMD), kami menyambut para pelari yang sudah mulai berdatangan.
Sabtu Malam, Pelari Tiba di Kampus
Suasana di sekitar lapangan basket kampus ITB sudah disulap menjadi titik finis, bukan main ramai dan gegap gempitanya. Para soraker dan suporter tiap tim menyambut pelarinya dengan heboh. Saya menyaksikan dan menerima mereka sejak sore. Pukul 20.00-an, teman-teman ITB ‘70 dengan dikomandani Yani Panogoro ikut beramai-ramai ke kampus. Tim relay ITB ‘70 dengan ujung tombak pelari Melok diperkirakan akan sampai pukul 04.00 pagi. Sekitar pukul 01.00, aku kembali ke Wisma ESDM sambil tetap memantau posisi pelari ITB ‘70 di WS 13, 14 dan 15. Aku sempat tertidur sebentar. Pukul 02.00 WIB, kulihat status Melok sudah mengambil buff dan menyusuri etape terakhir. Perkiraanku, Melok akan sampai di ITB kira-kira pukul 3 lewat. Cepat-cepat aku kembali ke kampus.
Betul saja, pukul 03.37 Melok memasuki gerbang menuju titik finis. Tapi kok sendiri? Aku kira akan bersama teman-teman soraker yang merencanakan lari bersama Melok memasuki kampus. Ternyata semua bablas ketiduran.... Selang beberapa menit muncul Hira. Kami pun berfoto bersama dengan Mas Gatot. Tak kemudian datanglah teman-teman lain. Kami gembira melihat hasil yang dicapai oleh tim ITB ‘70. Alhamdulillah target tercapai. Bukan saja tidak menjadi tim paling buncit, tapi nomor 70 dari 100-an tim relay. Opo ora hebat....
Minggu pagi, Finish Point Celebration
Pagi itu, pukul 05.30 WIB aku minta satpam mengantar ke kantor PLN Cikapundung. Aku ikut melepas PLN-ITB 5K Fun Run, dengan jumlah peserta lebih dari 1.000 orang dan berakhir di kampus ITB pukul 08.00.
Yang super heboh hari itu adalah acara Victory Run yang diikuti seluruh pelari relay Rektor ITB berikut jajarannya, serta Pak Archandra Tahar dan Pak Ridwan Kamil, Gubernur Jabar. Victory Run start pukul 07.30 dari Rektorat di Tamansari. Kontingen ITB ‘70 yang terdiri atas para marathoners, suporter, dan soraker membuat rektorat gegap gempita. Ditambah dengan 4 barongsai berikut pemusiknya, pesanan ITB ‘70, membuat suasana perjalanan makin heboh. Rombongan barongsai ini bahkan sempat stealing the show di panggung.
Selanjutnya panggung diisi dengan acara selebrasi dan pengumuman juara, band berikut penyanyi yang merupakan alumni ITB. Klimaks dari acara 170K BNI-ITB Ultra Marathon berlangsung meriah. Dan kita akan bikin lebih heboh lagi tahun 2019.
Terima kasih teman-temanku semua....