Ari Darmawan (SI)
23 Juli 2018, Iyal mengimbau teman-teman agar ikut berperan dalam BNI-ITB Ultra Marathon, baik sebagai atlet ataupun suporter.
26 Juli, Melok mulai sibuk mencari peminat untuk menjadi tim marathoner ITB ‘70. Dua puluh nama lebih masuk ke dalam list. Saat itu masih bingung dan sulit mencari peminat. Di antara nama yang terdaftar banyak yang hanya sanggup menempuh 5 km. Cyccu malah akan jalan cepat saja. Sementara itu angkatan lain sudah mulai membentuk tim, malah ada yang akan mengirim 2 tim.
2 Agustus, diadakan kumpul-kumpul di Escape, markas ITB 70. Mas Susilo, Mas Gatot, dan Mas Hari memberikan penjelasan yang membuat teman-teman bersemangat. Apalagi kita mendapat julukan sebagai SAAS (Super Active Aging Society). Bahasa kerennya mungkin aki nini uzur gaul... Dan, ITB ‘70 pun mendaftar sebagai tim paling senior.
Mulai saat itu tim Jakarta mulai latihan bersama. Tercatat lebih dari lima kali GBK (ketika CFD) dan Ragunan, dengan Kapten Pelatih Narko dan Organizer Sawing. Ima dan Deks sempat juga ikut latihan dan berhasil mengikuti kecepatan yang lain.
8 Agustus, koordinator (Iyal) menawarkan jersey dalam dua warna. Peminat membeludak, ada yang minta lengan panjang, ada yang minta model daster (XXXL). Iyal pun sibuk.
Beberapa kali pertemuan selanjutnya diadakan di Escape untuk membahas rute, pilihan WS, finalisasi etape masing-masing. Dalam periode ini Yani membeli langkah para pelari Rp 1 juta per km, yang menambah semangat. Ditambah kadeudeuh bisa untuk membeli perlengkapan. Jadi seperti pelari maraton beneran euy….
Kegiatan Baru dalam Hidup
Dulu hari-hariku berlalu tanpa olahraga pagi. Boro-boro maraton, JJP aja malas. Tapi, melihat beberapa sobat kok menikmati JJP, jadilah aku ikut-ikutan. Apalagi ada niat ingin perut small, zero pack. Selesai latihan pertama, betis kaku, dua minggu baru pulih. Lalu berlatih lagi dengan baju dan sepatu seadanya. Beberapa kali JJP ternyata bisa juga menyelesaikan jarak 10 km.
Lalu aku pun diajak ikut UM 2018. Siapa takut? Masuk tim ITB ’70, bangga dong. Cepat-cepat aku mencari rute yang enggak banyak tanjakannya dan start pagi hari. Maka, kupilih WS 5, dari PLN Bogor ke Ciawi (belakangan diubah start di All Fresh).
Untuk mengetahui medan, kupikir perlu latihan di real route dan kulakukan sampai 4 kali. Hasilnya? Capek banget, tapi juga happy banget setelah finis. Kunikmati keberhasilanku sambil selonjor di warung, menikmati susu jahe.
Kelihatannya mesti membuat strategi untuk diri sendiri untuk mengurangi rasa bosan di jalan dan agar tidak terasa jarak yang akan ditempuh. Setiap pencapaian 1 km, kubuat catatan. Kilometer 1 Terminal Baranang Siang. Kilometer 2 Resto Sabu Hachi. Kilometer 3 Mall Ekalos, dan seterusnya. Itu target jarak pendek. Setiap menyelesaikan 1 km, rasanya senang dan semangat bertambah.
Saat berjalan dan melihat nun di sana ada baliho yang harus kulewati. Jauh niaaan…. Supaya enggak kepikiran, ogut jalan atau slow run dengan menunduk saja. Eh, tidak terasa baliho sudah terlewati. “Go... go... go, Aiii,” aku meneyemangati diri sendiri. Strategi lainnya dengan menghitung tukang buryam di sepanjang rute. Ada 15 tukang buryam di luar tukang soto kuning, lonsay, gorengan, dan lainnya.
Menjelang hari H, aku latihan menggunakan kostum ala atlet pelari Asian Games. Waktu papasan dengan pelari lokal, mereka melambaikan tangan sambil mengacungkan jempol. Mungkin mereka pikir si aki itu pasti lagi ikut lomba dalam rangka Porda Kecamatan mewakili Leuwiliang atau Ciseeng, jiga na.
Pada hari H, aku hadir 1 jam sebelum waktu start, tapi tidak ada yang kukenal di WS 5. Pukul 7.30 aku mulai menempuh etapeku, setelah menerima buff dari pelari WS 4, Sawing, yang didampingi 2 pengawal. Baru jalan 50 meteran, aku jatuh karena sibuk nyetel running watch dan mau kirim berita ke grup bahwa aku sudah bergerak. Kesandung deh…. Punggung telapak tangan kiri luka berdarah karena dipakai mengamankan HP. Dengkul kiri juga luka, tapi yang kanan memar dan agak bengkak. 2XU (semacam legging) sobek dan bolong. Pengawal sibuk, tapi aku segera berdiri dan bilang bahwa aku masih kuat serta minta mereka menunggu saja di depan. Sebetulnya pengawal membawa bekal P3K, tapi akan menhabiskan waktu kalau nyocol-nyocol Betadine dan bisa kacau teman-teman di etape selanjutnya. Semua akan ikut terlambat. Tapi kecepatanku menjadi terganggu. Ingin lebih cepat tidak sanggup. Yang seharusnya 10 menitan per km menjadi hampir 11 menitan
Di tengah perjalanan sempat disusul 2 pelari wanita, “Duluan ya Maaas...” Waduh, aku dipanggil Mas, tapi kujawab juga, “Oh iyaaa Mbak, silakan.” Karena penasaran ingin melihat wajah mereka, maka kudekati. Eh, ternyata bukan embak, tapi sudah masuk kategori embah (kaya ogut juga dong).
Selanjutnya suasana seperti saat latihan saja. Sampai 30 m menjelang finis, agak maksa lari supaya ditepokkin penonton. Ternyata... tidak ada penonton. Ya sudah, kuserahkan buff ke Mas Susilo, berfoto, lanjut minum susu jahe. Sakit dan perihnya luka baru terasa waktu itu. Alhamdulillah tidak sampai merusak target waktu tim ITB ‘70. Total waktuku 1 jam 44 menit, lumayan masih di bawah COT yang 2 jam.
Terima kasih grup pendukung Jakarta (UBoy), yang selain menyediakan pengawal, juga extra fooding yang lumayan banyak. Tidak mungkin dibawa ikut berlari karena isinya 2 ons kurma, 6 buah jeruk, 6 botol minuman penyegar ukuran 600 ml dan 4 botol air mineral 600 ml juga. Terima kasih banyak sobat-sobat ITB ‘70 atas doa dan soraknya.