Melok Besari (FT)
Drama Tim ITB ‘70, Tim Paling Tua
Drama Kesatu
Minggu terakhir bulan Juli 2018, saya mendapat japri dari sahabat bermaratonku. Kami sudah berteman selama hampir 4 tahun walau tidak berusia sama. Dia kepala suku Eititu. Dia menulis, “Mbak, mana tim ’70-nya? Nanti tidak kebagian slot lho.” Aku balik bertanya, “Emang kamu sudah daftar?” (pertanyaan konyol!). Jawab sahabatku singkat saja, “Sudah!”
Sambil gemetaran karena takut tidak kebagian slot, saya langsung japri Lurah ITB ‘70, Uda Iyal, “Da, siapa aja yang mau ikutan UM?” terjadilah japrian bolak balik dengan uda. Keputusannya, hari itu saya harus japri teman-teman menanyakan siapa yang mau ikut serta bermaraton ria. Ada yang menjawab penuh semangat. Ada yang menyahut dengan tapi ini tapi itu, takut begini takut begitu. Ada yang sudah baca, karena terlihat contrengannya biru, tapi sepi-sepi saja. Gemezzz….
Akhirnya dengan dibantu oleh sahabatku, Donie, terkumpul juga 16 orang aki-aki dan nini. Aku dan Uda Iyal lega.
Drama kedua
Ternyata ketika kemudian di WhatsApp grup heboh tentang ultra marathon ini, banyak yang ingin ikut serta menjadi marathoner. Memang hebat semangat teman-temanku ini. Tapi tim sudah disusun waktu itu. Aku bertanya lagi, “Gimana nih, Da? Ternyata banyak yang ndaftar.” Uda menyarankan untuk berlatih, berlatih, dan berlatih. Setiap hari masing-masing melaporkan perkembangannya di WhatsApp grup sehingga bisa dinilai kemampuannya. Maklum jarak yang akan kami tempuh rata-rata 10 km dengan COT (cut off time) 2 jam. Akhir dari drama ini, terbentuklah tim R 16 ITB ‘70. Ternyata, ketika mendekati hari H, 3 orang aki dan nini minta diganti karena cedera. Salah satunya adalah nini profesor dari Medan. Ia terlalu semangat berlatih sehingga jatuh sakit. Tetapi pada hari H, ia datang menjadi salah satu soraker yang heboh.
Terima kasih marathoners...
Terima kasih tim supporters...
Terima kasih de sorakers...